24 April, 2010

Melihatmu, Kenangan

Jarak sudah kubuat jauh
Ruang sudah kubikin terkatup
Celah sudah kusumbat dengan niat
Tak ada lagi apa-apa diantara kita

Hari ini aku melihatmu, hanya melihatmu
Sebagai kenangan yang pernah
Utuh merenggut hati sampai jauh
Menjadikanmu malaikat bisu

Terimakasih sudah mengantarku
Menjemput pagi dengan cahayamu

Latee, 24 April 2010

23 April, 2010

Hanya Sepenggal Cerita

Nda, aku telah bertemu dengannya di ruang sepi, malam hari saat aku melewati berandamu. dia yang menjadi malaikat bagi hidupmu, cawan bagi segala rasamu. Malam itu angin agak kencang, disusul gerimis jatuh, bergemuruh sembari menyelipkan rasa dingin hingga merasuk ke urat nadi. tubuhku jadi gemetar, bahkan juga hatiku. Kerongkonganku tercekat, lalu kering. Tak ada kopi hangat ataupun segelas air, pereda nafasku yang tersengal, pengatur bagi gemuruh yang juga melanda rongga dadaku.

Entah kenapa, aku tidak sanggup melihatnya, apalagi untuk menyapa ataupun berkenalan dengannya. Terlebih lagi, setelah aku melihat apa yang digenggamnya, sebuah figura, hadiah darimu berisi sebuah lagu tentang cinta.

Tiba-tiba, seperti badai menyapu malam itu, aku terjatuh dan tak kuasa lagi kubendung airmata. Menangis. Apa kecemburuan ini masih sebatas wajarkah? tanyaku pada sahabatku yang datang memelukku ketika melihat aku seperti sudah tidak berdaya.

Begitu aku tenang, aku menyadari bahwa tindakanku pastilah melukaimu, menjadi bebanmu. sambil menyeka sisa airmata, akupun merenung... Yah, cinta itu memberi dan membahagiakan, bahkan cinta tak perlu apa-apa lagi bagi yang mencinta.

Nda, akupun tertidur dan berjumpa denganmu disana. Akupun tersenyum, hingga pagi membangunkanku.

Latee, 23 April 2010

04 April, 2010

Di Pinggiran Kota Jogjakarta

“Apa kabarmu?!” sapamu membuka perbincangan, setelah kurang lebih Sembilan puluh putaran matahari melewati kesunyian waktu. “Alhamdulillah, jalan lurus Tuhan tunjukkan, dan engkau disana menuntun” jawabku. Akupun juga kembali bertanya tentang keadaanmu. “Baik” jawabmu singkat. Tapi senyum dan kedalaman tatapan telah menceritakan betapa besar nikmat Tuhan, yang tak mampu kau rangkai hanya dengan bahasa. Begitu besarnya anugerah terangkum indah dihati dan perjalananmu kini. Aku juga membalas senyummu, ikut bersyukur atas kebahagiaan yang kau raih.

Begitulah pertemuan kita malam ini, disaksikan gemintang dan separuh bulan yang hampir tenggelam seperti biasa, kita bicara tentang hati nurani, perputaran waktu, kegelisahan dan dimana kita berdiri sekarang. Aku memulai dengan pembenahan diri sebagai proses yang tidak akan berhenti pada titik. Belajar pada hari yang kemarin kulewati adalah seperti bibit yang akan disemai, dengan berharap dapat membuahkan setangkai mentari yang kelak menghangatkan rerumputan dengan embun-embun yang lembut. Basah meresap.

Engkaupun bercerita tentang kelana panjang, kau telusuri dengan tegar. Aku tahu persis, kau menyukai tantangan berat, meda yang sulit yang dapat membebaskanmu dari belenggu pahit. Kau selalu belajar pada alam tempat kau berdiri sekarang, menggali hikmah dan kesadaran, tentang nestapa yang berada dibalik aturan, norma dan tatanan yang melanggengkan ketidakadilan bagi segenap jiwa.

Kerinduanpun mengikis sejenak. Menghilangkan prasangka dan mensudahi kecemasan. Masih terpatri dalam kenangku, tentang bahagia akan hadirnya titipan Kasih yang mesti kau jaga dengan segenap cinta dan pengorbanan. Malam terus beranjak menuju pekat, tidak ada kantuk yang menggoda kita, tidak ada keraguan yang menyelimuti masing-masing. Engkaupun masih meneguhkan bahwa keyakinan pada kebenaran akan membawa damai dilubuk waktu yang masih panjang.

”semoga Allah selalu menentramkan hatimu” Katamu mengakhiri percakapan ini. Amin.
Angin begitu lembut menyentuh tubuhku, selembut hati Jogja yang selalu mengerti suka dan duka yang kukecap, selalu mendengar suara-suara bagi hatiku yang parau.

Jogja, aku pasti kembali membawa sekuntum bunga, tanda cinderamata persahabatan kita bahkan mungkin juga cinta.

Jogja, Agustus 2008

01 April, 2010

Jalan Terang 2

kubur disini luka yang berserakan
sebuah nisan tertulis ikrar
dibalik misteri masa depan
kilau cita
indah cinta
tapi
besok pagi mesti memancar matahari

malam ini wangi bunga
dikenakan bidadari
melangkah sukacita
menutup kesunyian dengan senyum mawar

22 maret 2009