23 April, 2010

Hanya Sepenggal Cerita

Nda, aku telah bertemu dengannya di ruang sepi, malam hari saat aku melewati berandamu. dia yang menjadi malaikat bagi hidupmu, cawan bagi segala rasamu. Malam itu angin agak kencang, disusul gerimis jatuh, bergemuruh sembari menyelipkan rasa dingin hingga merasuk ke urat nadi. tubuhku jadi gemetar, bahkan juga hatiku. Kerongkonganku tercekat, lalu kering. Tak ada kopi hangat ataupun segelas air, pereda nafasku yang tersengal, pengatur bagi gemuruh yang juga melanda rongga dadaku.

Entah kenapa, aku tidak sanggup melihatnya, apalagi untuk menyapa ataupun berkenalan dengannya. Terlebih lagi, setelah aku melihat apa yang digenggamnya, sebuah figura, hadiah darimu berisi sebuah lagu tentang cinta.

Tiba-tiba, seperti badai menyapu malam itu, aku terjatuh dan tak kuasa lagi kubendung airmata. Menangis. Apa kecemburuan ini masih sebatas wajarkah? tanyaku pada sahabatku yang datang memelukku ketika melihat aku seperti sudah tidak berdaya.

Begitu aku tenang, aku menyadari bahwa tindakanku pastilah melukaimu, menjadi bebanmu. sambil menyeka sisa airmata, akupun merenung... Yah, cinta itu memberi dan membahagiakan, bahkan cinta tak perlu apa-apa lagi bagi yang mencinta.

Nda, akupun tertidur dan berjumpa denganmu disana. Akupun tersenyum, hingga pagi membangunkanku.

Latee, 23 April 2010

No comments:

Post a Comment