30 March, 2010

Kematian Seorang Sahabat

Aku hanya termangu di dekat sebuah keranda bisu yang akan membawamu pergi, gerimis turun, langitpun berwajah mendung, suram dan kelabu. Aku masih saja termangu, tidak percaya apa yang telah kusaksikan di depan mataku, engkau diam terbujur kaku dalam balutan kelu, suaramu kudengar hanya lewat angin, tatap matamu kulihat dalam remang. Tak ada lagi senyum ataupun cerita lucu yang biasa dirangkai dalam cengkrama kita. Tak ada.

Mata ini hanya berkaca-kaca, tapi kemudian bergulir menyusuri pipiku, bahkan ada yang jatuh, setetes demi setetes, lantaran sudah tak kuasa kubendung, seolah mengikuti irama gerimis yang turut mewarnai kesedihan di hatiku. Airmata ini untukmu sahabat, atas segumpal keluh tentang pahatan perjalanan kita yang sudah melewati sekian musim di ladang-ladang kehidupan kita. Mestikah aku kecewa karena namamu sudah terlanjur kulukis mawar jingga di buku persahabatan kita?

Kurajut hari-hari kebersamaan itu pada selembar angan yang sudah kusam warnanya, perjalanan itu dalam pendakian duka maupun dalam dataran suka cita, menggenangi di pelupuk mataku, semuanya seperti menyisakan kenangan yang tak terhingga dalam sanubari, sembari aku bertanya pada angin yang akan mengusungmu jauh dari hatiku…

“apakah engkau akan hidup kembali atau selamanya mati?” jawabnya ada padamu.

Jakarta, 17 Pebruari 2010

No comments:

Post a Comment