16 June, 2013

Surat Bisu Buat Kekasih

Kekasih,
Maafkan aku telah membuatmu sedih, telah menyeretmu pada waktu yang parau
di mana tangis, benci, cinta dan kerinduan bertarung dalam jiwa.
Maafkan aku telah gagal mencintaimu, karena telah memberimu air mata
dan bahkan telah menusuk hatimu hingga sakit.

Sepucuk surat bisu ini ada janji yang mengikatku untuk bisu padamu
ketika tiba letih, sakit, kecewa ataupun segala jenis yang mengganggu jiwaku
aku tak akan melempari wajahmu dengan  segumpal kabut
pun aku tak akan menuangkan anggur kecut pada hatimu
karena segumpal kabut maupun anggur kecut hanya akan jadi miliki
yang tak akan pernah kusisakan untukmu

Aku akan menyematkan sekuntum bunga di hatimu
aku akan menyungging seutas senyum manis di depanmu
aku akan bercerita tentang langit biru dan matahari pagi yang cerah
aku akan mendekapmu dengan cinta dan kasih sayang

Surat bisu ini adalah ikrar diri
akan terpatri dalam hati
selamanya, hingga di masa tua kita nanti
bahkan sampai menurup mata

Surat bisu ini adalah rahasia antara aku dan Sunyi.

rumah dalam hati yang sunyi, 16 Juni 2013

Malam Yang Parau

Kemanakah bulan? bukankah purnama semakin dekat? mengapa malam membungkusnya dengan kabut yang pekat? O, ternyata hujan  rintik-rintik tiba, menjadi gerimis panjang, menemani dialog antar dua hati, mengiringi tangis yang tak terperi...

Wahai Sunyi, rumahku yang abadi,
catatlah janji terakhirku, hanya padamu aku berbagi sunyi dan segala kepedihan, mungkin juga sesekali ketika suka cita menghampiri, aku pun akan mengingatmu Sunyi... Tak seorangpun bahkan kekasihku sendiri. Bukankah sudah tiba masa bagiku untuk mencintai bukan dicintai, mengingatkanku pada sahabat karibku, malaikat pelindungku yang telah mengajari makna dan hakikat cinta... kini aku telah mengalaminya.

Dari kemarin pagi, aku terguncang, hatiku perih tanpa siapa-siapa, hanya aku sendiri. Melewati waktu demi waktu aku telah gagal menjaga rahasiaku sendiri, aku pun berbagi atau bahkan melampiaskannya padanya, pada kekasihku, malam ini saat dingin mulai menggigit tubuhku dan memaksaku mengapit tubuh pada bantal dan selimut yang tak dapat hadirkan kehangatan lagi.

hatiku sungguh perih, lalu kutelan ludah yang sudah getir rasanya, kering di kerongkongan. Aku tahu apa yang harus aku lakukan, mencintai itu memberi, mencintai itu mengabdi, mencintai itu tulus. Aku akan mencoba "mencintainya". ketika hatiku perih akupun ingin berbagi dengan tubuhku agar ia juga merasakan perih yang pasti berbeda antara perih di hati dengan rasa perih pada tubuh. Terima kasih tubuhku, engkau merakan perih juga saat ini....

Rumah Sunyi, 16 Juni 2013