08 November, 2008

MENGENANG 100 HARI KEPERGIANMU

(Almh Kak Najahatin)

Kita bertemu, saling menyapa
engkau titip secarik kertas dengan bait-bait semesta
Untuk kulampaui dalam ketulusan, menjaga purnama tetap terang
Dalam gulita serta kepenatan
Aku tak menjawab
Ketika kau ulurkan selembar sajadah
Untuk kugelar dalam sujud, mengapit biji-biji tasbih terus istighfar
Dalam gumpalan kelam berikut keletihan

Ternyata aku hanya bermimpi
Bahwa engkau telah pergi meninggalkan kenangan dalam sanubari

Parung 15 Juli 2008

Bandara Soekarno Hatta

Aku gelisah menunggu taksi tak jua lewat, angin kencang yang sedang menerpa Jakarta ini semakin turut serta mengencangkan kecepatan nafasku, rasanya tak sabar, kekhawatiranpun menjadi utuh . bagaimana kalau aku ditinggal pesawat? Entah berapa lama aku menunggu, taksipun tiba menghampiri. Iapun melaju kencang seolah lalu lintas kota metropolitan ini tak mengenal macet.

Tiba di bandara, akupun bergegas turun, tidak begitu ramai lantaran detik-detik terakhir cheking semestinya sudah lewat. Aku berjalan semakin kencang, begitu tiba di ruang tunggu, akupun duduk diantara penumpang lain. Nafasku mulai teratur, dengan helaan nafas yang panjang aku bersandar dikursi mendekap kerinduan yang tak berujung. Kupejamkan mata ingin membaca barisan resah yang kutaburkan dalam jiwa, ketika letihku kusandarkan pada dahan angin. Nda, aku tak dapat memastikan apakah Ruang itu masih selamanya cinta atau hanya tempat singgah dari kebisingan jiwa yang murka? Entahlah, nanti kita bicara bagaimana terbebas dari kerinduan? Bagaimana mesti kita bertahan dari bencana dan keresahan.

Aku masih terus bicara dalam keheningan. Kupandangi sekelilingku, ingin kuakhiri lamunan, memandangi penumpang anak-anak asyik dengan candanya, berlari kesana kemari, sebentar menghampiri orang tuanya dan berlari-lari kecil mengelilingi ruangan. Yang lain duduk dengan tenang, kulihat mata mereka juga sedang berbicara, masing-masing dengan bahasanya pun bahasannya. Tiga puluh menit berlalu, akupun beranjak bersama yang lain hendak memasuki pesawat.

Aku terasa terbang bersamamu melintasi awan, meninggalkan luka yang terkubur, ya... aku sedang bersamamu, dalam khayal dan mimpi yang kulipat rapat dalam sanubari. Tunggulah aku cinta.

Cengkareng, 19 Agustus 2006